Sore
yang sibuk, langit tergantung mendung, ada sedikit genangan air dan
kesibukan membersihkan lantai yang terkena bocoran air hujan karena
atap rumah rusak.
“Tita....tolong
bawakan ember dan lap yang kering ya nak?”
Ibu
Tita memanggil dari kamar, segera Tita menuju ke dapur untuk
mengambil ember dan lap kering kemudian masuk ke kamar memberikan
kepada ibunya yang sedang mengeringkan genangan air di kamar Tita.
“Ini
bu embernya, biar Tita bantu ya?”
kata
Tita sembari memberikan ember dan lap kering, Tita seorang gadis
cantik, berusia delapan tahun, Tita belajar di sekolah dasar islam
kelas tiga, rajin membantu ibu dan sayang sekali kepada ibunya.
“Hati-hati
ya Tita, lantainya licin. Coba lap keringnya berikan kepada ibu”
pinta ibu Tita dan begitu pula ibu Tita sangat perhatian kepada
anak-anaknya.
“begini
kan bu?”
tutur
Tita memeras lap yang telah basah diember dan ibunya mengeringkan
kembali dengan lap kering. Hujan siang tadi begitu lebat, hujan biasa
dirumah Tita tidaklah membuat bocor atap namun karena angin dan hujan
lebat menjadikan atap rumah jebol.
“iya
sayang terima kasih ya.....” belum selesai
ibu Tita melanjutkan perkataannya, tiba-tiba dari ruangan sebelah
terdengar suara seperti tebaran ranting pohon. Segera ibu dan Tita
beranjak ke kamar sebelah dan menemukan Ai, adik Tita yang berusia
sekitar empat tahun berdiri dan dari matanya keluar butiran air mata
dan di tangannya tergenggam beberapa batang pensil warna.
“Masya
Allah Ai, kenapa?”
tanya
ibu Tita sambil meraih tubuh Ai lalu memeluknya, tangisan Ai semakin
pecah air mata Ai membasahi kerudung biru ibu Tita.
“Ai
kenapa menangis? Tadi Ai sedang mewarnai dengan riang, kenapa
sekarang Ai menangis dan melempar pensil-pensil warna ini sayang?”
Ibu Tita mengelus punggung Ai yang masih terisak dipelukkannya. Tita
juga ikut duduk membereskan pensil-pensil warna yang disebar oleh Ai,
Ai memang senang sekali mewarnai, hasil mewarnai Ai bagus-bagus.
“Iya
nih Ai, kasihan kan pensil ini Ai lempar-lempar? Gimana kalau
pensil-pensil ini tersakiti dan menangis meronta?”
Ujar Tita sambil melirik Ai yang telah reda tangisnya
“Ai
gak mau hujan bu, Ai gak suka hujan”
keluarlah
kata-kata Ai dari mulutnya yang sedari tadi hanya menangis tersedu.
“lho
kenapa sayang? Hujan itu Rahmat dari Allah sayang?, kenapa?”
tanya
ibu sambil mengangkat wajah Ai kemudian menatap sambil tersenyum
“Hujan
itu Anugerah dari Allah ya bu?” tambah Tita
sambil berjalan menuju meja untuk meletakkan pensil warna yang telah
dibereskan.
“Hujan
itu pemberian Allah, Allahlah yang menjadikan hujan turun”
jelas ibu sambil membawa kedua putrinya untuk duduk ditepi tempat
tidur mereka.
“Coba,
kalian bayangkan ya...setiap hari didunia ini tidak ada hujan apa
yang terjadi kak Tita?”
suara
ibu begitu halus dan bertanya kepada Tita, kemudian Tita meletakkan
telunjuknya ke kening, mengerutlah kening Tita,
“em...pasti
kita tidak bisa mandi ya bu?”
jawab
Tita sambil mengangguk-angguk seperti memahami sesuatu.
“juga
pegunungan tidak bisa mengaliri air untuk minum kita betul bu?”
tambah
Tita dengan bersorak karena menemukan suatu akibat dari sebab tidak
terjadinya hujan.
“anak
sholehah, benar sekali kak Tita, coba Ai...kalau dipermukaan bumi ini
tidak turun hujan, maka apa yang terjadi sayang? em...ayo dong
senyum... mana senyum anak manis ibu? Dari tadi kok cemberut terus ?
Hujan kan sudah berhenti sayang?”
Ibu
melihat Ai masih menutup mulutnya, tangan disilangkan didepan dada
dengan mata masih belum bergerak seperti Ai dalam kesehariannya yang
ceria. Namun Ai masih saja membisu sambil menggeleng-gelengkan
kepalanya.
“ih
adik kecil kakak kok jadi begini ? Apa yang terjadi hayo kalau hujan
tidak turun di bumi?” Tita gemas melihat
adiknya yang membisu walau ibunya telah mencoba meredakan dengan
senyuman dan dekapan yang hangat. Tiba-tiba pecah tangis Ai kembali
membuat ibu dan Tita kaget dan kebingungan mendengar ledakan tangis
Ai yang begitu keras.
“eh,
Ai sayang kenapa menangis lagi nak? Apa yang salah? Uuuhh...cup ah,
ayo anak ibu yang cantik, udah berhenti nangisnya, tidak baik lo
nangis keras-keras begini...”
bujuk
ibu sembari menggendong Ai, menciumi wajah Ai yang basah teraliri air
mata.
“huaaaaaa....haaaaaa...Ai
gak mau hujan....kenapa harus hujan? Haaaaaaa”
tangis Ai yang kembali memprotes hujan, ini membuat Tita semakin
bingung kenapa Ai tidak suka hujan.
“ibu
adik kenapa ? Kok Ai tidak suka hujan? Sampai menagis begini , memang
Ai benar-benar tidak suka hujan?”
selidik
tita bertanya kepada ibunya yang sibuk meredakan tangisan Ai.
“Nak,
sudah diam, coba beri ibu senyum paling manisnya Ai dong...lalu
cerita sama ibu dan kak Tita, kenapa anak ibu ini kok menangis dan
tidak suka hujan yang turun?”
“Kalau
hujan turun dari Allah biar Ai bisa mandi, biar Ai bisa minum kenapa
hujan itu merusak gambar rumah Ai yang sudah Ai beri warna buuuuu?”
terang
Ai sambil memberikan kertas bergambar yang telah pudar warna
diatasnya terkena air.
“ini
bu, Ai mewarnai dengan bagus, milih warnanya saja sambil mikir, warna
apa ya? Tapi kenapa hujan siang tadi membuat hasil warna Ai jadi
begini?”
Ibu
dan Tita mendengarkan dengan penuh perhatian walau sebenarnya
bibirnya menyunggingkan senyum tapi mereka menutupinya dan ibu segera
menjelaskan kepada putri-putrinya
“sayang,
Tita dan Ai, hujan adalah kejadian alam, hujan memang kuasanya Allah,
walau sebenarnya bisa saja manusia membuat hujan buatan. Nah hujanpun
turun tidak setiap hari sayang, hujan turun pada musimnya, meskipun
begitu ada saat musim kemaraupun hujan turun nah itulah kuasa Allah.
Hujan turun banyak sekali manfaatnya, dari musim kemarau tanah
kekeringan, tidak adanya air, tanaman layu dan mati dengan adanya
hujan pastilah tanah yang kering menjadi gembur kembali, tanaman
menjadi segar dan udarapun bersih dari debu-debu yang kering”
ibu
telah memberikan penjelasan yang bisa dipahami oleh Ai dan Tita yang
mengangguk-anggukan kepala tanda memahami.
“jadi
bila hujan turun berdoalah kepada Allah ya nak, ayo kak Tita sudah
hafal kan?” tanya ibu sambil menengok
kearah Tita, dan Tita menggangguk kemudian
“اَللَّهُمَّ صَيِّبًا
نَافِعًا yang artinya Ya Allah!
Turunkanlah hujan yg bermanfaat {untuk manusia tanaman dan binatang}.
Aamiin” Ibu mencium Ai dan Tita
“Ai,
tidak mengapa air hujan merusak gambar Ai, Ai kan anak pintar bisa
mewarnai gambar lainnya lagi dengan lebih bagus, ya nak?”
“iya
ibu, Ai tidak marah lagi dengan hujan, Ai akan lebih hati-hati saja
bila meletakkan sesuatu”
Akhirnya
Ai berlapang dada, kertas mewarnainya yang telah selesai terkena air
hujan, dan Ai tidak lagi bertanya kenapa harus ada hujan. Karena
hujan banyak sekali manfaatnya untuk bumi dan semua isi bumi,
termasuk Ai, Tita dan keluarganya, tanaman dan hewan serta tanah.
Bagus Mbak :)
ReplyDeleteSEmangat ya untuk menulis :)
Saya juga masih semangat untuk terus belajar, belajar dab belajar ^^
Sippp, semangat yang tertular ya...
Deletemakasih ya sudah berkunjung
oia Mbak, ada banyak grup kepenulisan di FB yang bisa diikuti. Sudah bergabung kah? Kita bisa belajar banyak dan ikut lomba-lomba yang ada ^^
ReplyDeleteHitung-hitung mengasah kemampuan menulis ^^
GAnbate...
masih saja error ya saat minggalkan komentar ditempat mba... komentar sih sudah ditulis, nah kan diberikan sandi (we re human ) getoooo....itu kok gak muncul tempat untuk menuliskan sandi yang diberikan ya?
DeleteSedikit bingung jadinya karena sudah google profilnya.
Informasinya terima kasih sekali ya, ada ya di blog mba? nanti saya singgahi satu-satu dah. kita sudah berteman ya di fb? kabar kabari ya klo ada kesempatan. tks...salam
hujan dan ai ? itu mksdnya apa ya mak :3 ? saya masih blom paham
DeleteMantaps :D
Deletekeren banget mbak... salam kenal dari aku ya... azizah
ReplyDeletemakasih mba azizah,saya sedang belajar
Deletesalam kenal juga dari saya.
Salam kenal mbak, penuh hikmah cerpennya mbak
ReplyDeleteHAi...salam kenal juga mba Hida Azzam
Deleteheheee....saya sedang belajara, makasih ya masukkannya