Monday 27 January 2014

Ketika Anak Bermain Di Luar

Setiap anak-anak identik dengan bermain dan bermain,
Pemikiran seorang anak dijalin dengan natural,
Tingkah anak sejuta makna,
Dengarkan, lihatlah dan temani mereka.

Temani mereka, temani anak-anak ketika bermain. Baik kala bermain sendiri maupun bermain bersama teman-temannya. Faiz, anak ku yang jagoan bermain di luar rumah hari Minggu kemarin. Aku biarkan bermain bersama teman depan rumah, aku beberes rumah hingga bisa menyelesaikan pukul 11.00. 

Tidak begitu saja aku biarkan Faiz bermain, kadang beberapa menit aku longok ke rumah temannya. Aku pastikan semuanya baik-baik saja, menjaga agar hal ayng tidak diinginkan tidak terjadi, namanya anak-anak bisa bertingkah apapun (bukannya kita tidak percaya). Setelah mandi, aku lihat Faiz dan Rafa temannya berada di luar rumah, persis di depan carport Rafa. Aku sengaja berdiri tidak jauh dari mereka, ada ketika Faiz sedang beranjak dan menjauh dariku.

Sebuah peristiwa yang mencengangkan terjadi. Seorang anak perempuan, setahun lebih tua dari Faiz berlari ke arah Faiz dan melewatiku, membawa batu di masing-masing kedua tangannya. Aku tidak pernah berpikir untuk dilemparkan ke arah Faiz. Sejak tadi Faiz bermain bersama Rafa, dan Faizpun tidak ada tingkah ke si anak perempuan tersebut.

Tiba-tiba, satu batu dilepaskan dari tangannya dan mengarah ke Faiz, meleset. Aku tersadar, Faizlah sasarannya...aku teriak agar Faiz berlari dan menghindar, luput satu batu melesat hendak ke perut Faiz dan untungnya Faiz menghindar dengan berlari kecil. Tapi sayang batu itu masih bisa mengenai punggung kaki Faiz, Alhamdulillahnya bukan perut.

Emosi, mungkin iya...tapi aku masih berpikiran logis dan rasional. Aku gandeng anak perempuan itu untuk kupulangkan ke rumahnya (kebetulan sebelah rumahku). Sebelum memasuki gerbang rumahnya, si anak menangis histeris (hanya digandeng, tak ada suara aku memarahi dia, mungkin perasaanku yang bergejolak). Dari dalam rumah muncul tantenya, bertanya panik dan aku sampaikan bahwa dia melempar batu. Lah malah balik tanya si tantenya "Siapa yang melempar?"

Pyuuuh... si H melempar batu ke kaki Faiz, dan meledaklah tangisan histeris di dalam rumah. Seee...Faiz hanya melonggo berdua Rafa dan anteng diam di balik gerbang rumah rafa. Dalam hati, ummi tidak sudi kamu nanti disalahkan, ummi maunya meluruskan fakta dengan benar.

Aku kembali ke rumah dan terlihat si ibu dari H hendak masuk ke rumahnya, aku samperin dan said, "Bu, tadi H melempar batu ke kaki Faiz" nafasku kuatur sedemikian rupa agar tidak terlihat emosi. Hm...si ibu nampak menabung nafas dan keluarlah jawabannya "tapi enggak berdarah, kan?. Whaaaat? jadi kalau berdarah? kenapa dan kalau tidak berdarah kenapa? ini masalah membawa batu di kedua tangannya dan melempar secara tidak terduga ke anakku?

Si ibu menyampaikan, bahwa tidak mungkin si H melakukan hal seperti itu. Si ibu bilang kalau H diprovokasi, tidak mungkin H berani melempar batu. Baiklah, aku tanya dengan PD, siapa yang memprovokasi? dia menyebut si B. Nyengir saja dech, ini menjadi pelajaran buat para orangtua yang gemar sekali meninggalkan anak-anaknya bermain di luaran, sendirian tanpa pengawasan orang yang lebih tua.

Ketika Faiz pulang dan bermain bersama Rafa, si ibu membawa si H ke rumah. Si H ingin minta maaf, baikkan ya... hm...aku pesankan untuk hati-hati jika bermain dan tak lupa aku mengingatkan kepada Faiz untuk hati-hati dan langsung lari saja jika ada anak membawa batu. Alhamdulillahnya Faiz enggak pernah dendam, hanya berceloteh bahwa ada anak kecil berani ya...melempar batu...hihiii, padahal si H itu lebih tua dari Faiz, tapi Faiz badannya memang lebih tinggi dari H.

Jadi, para ibu...bolehlah kita membiarkan anak-anak bermain sendirian di luaran atau ketika bermain di rumahnya untuk mengajarkan anak-anak kemandirian dan keberanian. Namun, alangkah bijaknya jika kita sebentar-sebentar untuk melihatnya, tidak usah terlalu dekat, cukup dari jauh memantaunya dan si anak tidak melihat kita. Karena anak usia dibawah 6 tahun belumlah memiliki kemampuan untuk mempertahankan diri.

Satu cerita tambahan, sekalian titip curhat.

Minggu yang lalu, pada hari kerja (di suatu hari yang hujan) Faiz aku titipkan di rumah Rafa dengan embaknya, karena si embak di rumah sedang pulkam, aku bekerja dan suamiku bekerja, Alhamdulillah si ibunya Rafa yang menyarankan juga.

Pagi hari aku mengantar si Faiz ke rumah Rafa, tidak lama...si A (kakaknya si H dalam tulisan di atas) memanggil Rafa dan mau main di rumah Rafa. Pikiranku langsung kalut *hihiii...., benar juga.

Siang hari aku dikabari ibunya Rafa, bahwa si A mengamuk di rumah Rafa. Kronologisnya...adalah ketika Rafa main Ipad, dan Faiz main tablet, si A tidak diijinkan meminjam baik oleh Faiz maupun Rafa. Alasannya si A kalau minjam suka lama dan enggak mau gantian juga. Si A membisiki Rafa, agar si Faiz disuruh pulang saja. Hm...pinter banget ya? gemes banget aku..hihiii

Si embak mulai kesal, Rafa dan Faiz diminta masuk ke kamar dan si A mulailah mengamuk dengan melempar mainan Rafa dan membuang bekal makanan Faiz. Hm..tidak itu saja, si embak di cakar lengannya ketika akan menyelamatkan barang-barang yang hendak dilempar oleh si A. Terakhir, sandal Faiz di luar menghilang tanpa jejak, aku berbaik sangka kepada para pemulung, karena pemulung di cluster kami, disaring oleh si satpam. 

Jika si ibu kebetulan membaca blog ini, aku senang sekali cerita yang terakhir jadi sampai ke hati ibu. Aku ingin menyampaikan kejadian di rumah Rafa, tapi kebetulan aku tidak berada di tempat, kalau cerita di atas, aku melihat di depan mataku sendiri. Jadi aku saksi dari si H melempar batu dengan enaknya ke arah Faiz.

Semoga si ibu paham, aku blogger dan tujuanku membuat tulisan di blog adalah untuk menebarkan hal positif ke dunia, semoga dengan tulisanku yang ini, para orangtua, waspada dan tidak asal anak senang berada di luar, lantas asyik sendiri di dalam rumah.

Salam
Astin Astanti

11 comments:

  1. Waahh... kok kakak adik terlibat violence ya? Hati2 tuh..jangan2 mereka berdua dah terbiasa melihat adegan kekerasan di dalam rumah *ditektif conan beraksi

    ReplyDelete
  2. Mak Ade Anita : waw...waw...kudu bekali anak dengan baik Mak, hati-hati dan waspada

    ReplyDelete
  3. Persis tetangga sebelah rmhku ni, 2kakak adik yg suka lebat kl main, yg plg aku ga suka pernah ngajar in bohong anakku.. Bete deh. Aku ttp Biarkan sih mrka main ma anakku tp ys dgn pengawasan. Sekali2 nongol spt Mbak utk ngecek..

    ReplyDelete
  4. weh bahaya juga ya mbak kok seperti itu...
    jadi gemes deh sama si H dan kakaknya :3

    ReplyDelete
  5. Iya bener mak. harus tetap hati2 dan memantau anak yg didatangi.

    ReplyDelete
  6. Aku juga dulu suka liat model anak begitu dulu waktu anakku masih kecil dan belum ngeblog aku marah mak, aku marah sama anak nya aja langsung haha maksudnya gak marah sampe perang sih tapii aku bilangin kalau mau main sama anakku gak boleh nakal enak aja

    ReplyDelete
  7. Kenapa ya susah sekali keluar kata maaf, walaupun tidak berdarah bukan berarti tindakan anaknya benar ya mbak. kadang sebagai orang tua pastinya membela anak tapi seharusnya bersikap adil juga.

    ReplyDelete
  8. Duh...aku pernah liat anak tetangga yg suka iseng nimpuk batu.
    Kk Rasyad jg pernah ditimpuk batu di sekolah sampe benjol gede sama temennya. Gurunya langsung nelpon aku n ngejelasin kejadiannya. Ternyata, si temen nimpuk krna reflek lg ketakutan krn lg diuber2 sama Kk. Hhh bocah bocah...

    ReplyDelete
  9. Iya, Mak... Emang harus selalu waspada

    ReplyDelete
  10. Waduuhhh ...
    kok bisa begitu ya
    Saya rasa ... saya rasa nih ... ada suatu yang tidak pas di rumah H dan A itu ...
    Tapi mudah-mudahan sih bisa menyadari secepatnya

    (saya bisa membayangkan ... kalau ada undangan gotong royong di lingkungan ... sepertinya Ayah - Ibu si A dan H ... punya seribu satu alasan untuk tidak menghadirinya ...)(ya nggak gitu-gtu amak kali Ooommm ...)(Om ini suka berfikiran buruk deh ..)

    Salam saya Tanti

    (7/2 : 6)

    ReplyDelete

Mohon maafkeun, komentar kali ini dimoderasi ya. Terima kasih