Monday 12 May 2014

Memilih Menjadi Ibu Rumah Tangga



Aku lahir dan besar dari seorang ibu yang stay at home, mendampingi empat orang anaknya, mengurus pekerjaan rumah mulai dari dapur hingga got yang tersumbat. Ibuku memang bukan memilih untuk stay at home untuk bisnis di rumah, namun beliau ada saja kreativitasnya untuk membuat beliau eksis dalam pergaulan sosial.

Hingga anak-anaknya telah dewasa dan waktunya untuk me time menjadikan kesempatan untuk menggerakkan bisnis ketrampilannya menjadi terbuka. Dulu mungkin penghasilannya belum terlihat, namun saat ini, saat beliau menjadi seorang nenek dari empat cucu lelakinya, beliau mendapatkan penghasilan dari kreativitasnya, itu sangat luar biasa.

Ibuku menjadi ibu rumah tangga selama hampir 35 tahun, tidak pernah duduk di belakang meja kantor untuk bekerja. Namun pemikiran dan pandangan ibuku tidak melulu terbatas pada masalah anak yang mogok mandi, harga bawang merah yang melonjak naik, tidak juga hanya sibuk memaku dinding atau menyapu halaman rumah.

Ibuku kuacungi jempol selalu membuka dan menerima wawasan dari dunia luar, ibuku seorang yang kreatif, beliau memiliki ketrampilan membuat kerajinan seperti bros, bunga, rajutan, taplak meja dan sebagainya, untuk segaram sekolah beliau yang membuatkan untuk anak-anaknya. Saat ini, ketika usianya hampir 65 tahun, ibuku aktif dengan whatsappnya, dengan facebooknya dan mungkin masih main game ketika tiga anaknya telah menikah dan memberikan cucu-cucu yang gagah.

Terlihat, tak ada penyesalan dalam matanya untuk mendampingi kami di rumah, ketika anak-anak belum mandiri, tak ada siratan untuk mencoba bekerja di luar rumah sekedar penat dengan aktivitas di rumah ketika anak-anak  masih membutuhkan tangan beliau, sekedar untuk menyetrikaan pakaiannya. Ibuku juga tak pernah mengeluh, menyodok saluran air yang mampet ketika bapakku masih sibuk di kantor. Semuanya dilakukan ikhlas dan tulus, tak pernah mendengarkan ibu-ibu sekarang yang mengatakan bahwa perempuan stay at home? gak punya penghasilan? kuper? ngabisin uang suamilah...seperti pembantulah, itu yang selalu kudengar saat ini ketika ada seorang ibu yang memilih stay at home.

Aku bekerja, memiliki asisten rumah tangga di rumah dan berusaha untuk tetap menjadikan si embak itu ya asisten. Asisten yang hanya membantuku ketika aku tidak berada di rumah, ketika aku berada di rumah...urusan rumah sebisa mungkin aku, mulai dari masak hingga memandikan anak. Kalaupun ketika aku sedang berhalangan, sakit atau terburu-buru berangkat ke kantor, ya aku minta tolong bukan menyerahkan, itu aku coba tanamkan kepada anakku untuk selalu mengatakan "minta tolong" ketika meminta dibuatkan susu atau membereskan mainan.

Semoga, para ibu yang memilih bekerja berpikir dan memandang lebih bijak kepada ibu yang memilih stay at home. Apapun pemikirannya apapun pilihannya untuk stay at home, semua itu adalah pilihan yang menyenangkan hatinya, yang membuat keluarganya nyaman.

Tulisan ini dibuat dari sebuah jawaban dari rekan yang membuatku tidak nyaman. "Kalau enggak kerja, gengsi kita turun, kita dipandang menghabiskan uang suami, gak asikkan kita gak punya uang sendiri?jangan ke luar kerja yaa" 



14 comments:

  1. jelas 2 pandangan salah...gak kerja kantoran kan tetap kerja jadi IRT dirumah ya..

    ReplyDelete
  2. hadueh,masih aja ya yang berpikiran seperti itu....

    ReplyDelete
  3. perbincangan yang tidak ada habisnya ya mbak, sebaliknya begitu masih ada saja yg menganggap miring ibu bekerja...

    ReplyDelete
  4. pertanggungjawabkan pilihan masing2 aja ya mak. Mau bekerja silakan , drumah juga silakan. Ibu pekerja juga pastinya perhatian kok sama keluarga ya

    ReplyDelete
  5. Hahaa keren nih blog, pertama masuk langsung tercengang sama taman yang di atas, Selamat menjadi ibu rumah tangga ya hihiiii

    ReplyDelete
  6. Lumayan juga lah kalo menjadi ibu rumah tangga kayak nya :D

    ReplyDelete
  7. setuju lah mak dengan pendapatnyaaa,
    baik ibu bekerja atau pun ibu di rumah pada dasarnya pastilah sayang sama anak2 nya...jadi gak perlu dipermasalahkan ini itu :)

    ReplyDelete
  8. Setuju Mak. Apa pun pilihan perempuan, mau itu stay at home atau pun kerja kantoran, semua pasti ada alasan yang kuat. Dan gak adil jika kita keukeuh bin ngotot kalo yang satu lebih baik dari yang lain. Yang terpenting, perempuan tetap ingat kodratnya yang juga adalah seorang ibu bagi anak-anaknya yang juga madrasah pertama bagi mereka. TFS, Mak. ^^

    ReplyDelete
  9. dulu juga waktu saya mau resign ada yg blg "ngapain di rumah aja cuma dasteran, nonton gosip sama sinetron. Nimkatnya sesaat, lama2 bosen."

    Alhamdulillah sya gak bosen. Gak pernah dasteran, nonton gosip, apalagi sinetron hihi

    ReplyDelete
  10. Semua profesi pasti ada pertanggungjawabannya ya, Mba. Menjadi wanita karir juga pilihan. :) Sabar ya, MakMil. Semoga teman baca catatan ini.

    ReplyDelete
  11. Idah Ceris : Iyaaah semoga semuanya berpikiran seperti itu yaak, kasihan para ibu yang stay at home dan di pandang seperti itu.

    Mak Myra : Nikmatnya sesaat...gak tahu aktivitas Mak Myra di rumah seabreg yaaak..hehee

    ReplyDelete
  12. Mak Nia : Iyup, makasih juga sudah singgah Mak Nia...

    Bibi Titi : Iyuuk yang harus diperhatikan adalah tetap memperhatikan anak dan kodratnya sebagai wanita

    ReplyDelete
  13. Saya bangga banget lho mak jadi ibu rumah tangga, mama saya juga ibu rumah tangga :) Sekalipun saya juga cari uang dar rumah, tapi tetep saya pengen dikenal sebagai ibu rumah tangga..

    ReplyDelete

Mohon maafkeun, komentar kali ini dimoderasi ya. Terima kasih