Friday 26 February 2016

Apa yang dilakukan Setelah Lulus Kuliah?

Tiga belas tahun lalu, saya resmi lulus dari universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Namun saya masih ingat benar, apa yang terjadi beberapa hari setelah dinyatakan lulus dan diberikan kemudahan. Kemudahan untuk masuk ke jenjang pendidikan selanjutnya di universitas tersebut.

Di sini, saya merasakan benar, bahwa Allah Maha Adil. Siapa yang tidak senang dan bahagia diberikan kemudahan menyelesaikan pendidikan dan setelah lulus, diberikan kemudahan untuk mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi?. Saya Bahagia.

Kebahagian saya perlu diberikan tambahan berita yang cukup membuat saya syok. Bayangan akan mengikuti perkuliahan lagi tanpa tes masuk, ternyata hanya bayangan saya, lumer dan hilang. Setelah ada sebuah berita yang yaaah, berita sedih. Saya Sedih dan Allah memberikanku kadar perasaan yang harus seimbang. Saya tidak jadi melanjutkan pendidikan. Lalu? apa yang saya lakukan setelah lulus kuliah?

1. Pergi ke Jakarta


Harus gitu pergi ke Jakarta? entah kenapa bayangan saya waktu itu adalah pergi ke Jakarta. Kebetulan bibi yang tinggal di Jakarta meminta saya untuk tinggal di rumahnya. Ya sudah, sekalian saya icip-icip Job Fair. Job Fair pertama yang saya datangi adalah Job Fair di Senayan. Lupa tepatnya tapi yang jelas, saya sudah berani naik bus kota sendirian.

Setelah itu, dari Kampung Rambutan ke Tanjung Priuk. Untuk apa? ya mencari kerjaanlah, tepatnya di Gedung Maspion dan di php pula. Sedih? Tidak dong, pengalaman dong, tahun 2003 sudah berani menjajah jalanan Jakarta sendirian. Ulangi, SENDIRIAN. Bangga banget? hihii.

2. Mencari Lowongan Pekerjaan


Surat kabar harian, mingguan, dwi mingguan dibolak balik, dibaca khusus halaman info lowongan pekerjaan. Buat lamaran pekerjaan, dikirimkan lewat pos, menunggu, ditelepon melalui telepon kabel, dianterin surat panggilan sama pak pos. Rasanya itu adalah sesuatu yang luar biasa.

Sekarang ada tidak yang menunggu pak pos datang membawa sepucuk surat panggilan wawancara? Masih tidak ya? kan sudah jaman internet, email atau WA atau langsung telepon kan, ya? Mungkin ibu saya masih menyimpan, amplop-amplop dari perusahan yang meminta saya untuk datang ke kantornya.

Fakultas Ilmu Budaya UI Depok, saya pernah duduk merenung menjawab soal-soal psikotest. Waktu itu panggilan dari Bank Indonesia, seneng banget meskipun langsung gagal. Di Kesekertariatan Negara, saya diantar oleh ibuku tercinta, menjajal persaingan yang ketat untuk masuk menjadi PNS Setneg. Gagal juga. BRI, BPD dan entah masih banyak kantor pemerintahan yang saya coba datang untuk mengikuti test dan wawancara.

Baca Juga : Medical Representatif

3. Berusaha Ikhlas


Usaha sudah maksimal, namun semua tentu ada hal yang harus dilakukan, yaitu ikhlas. Ikhlas bukan berarti pasrah. Pasrah bukan berati ya udah. Suatu ketika, teman sewaktu kuliah, akan tes masuk kerja di Yogyakarta.

Saya mengajak teteh, saya memanggilnya, untuk menginap di rumah kakek. Saya mengantar teteh untuk mencari tempat testnya, menemani ketika test sedang berlangsung dan menemani jalan-jalan setelah test. Pulang ke Cilacap dengan gembira dan beberapa hari kemudian, saya ditelepon oleh nenek saya. Nenek mengabarkan bahwa temannya membuka lowongan pekerjaan, apakah saya mau? dan tentu saja, tahun 2004 saya bekerja di lembaga keuangan di Yogyakarta.

Ikhlaslah yang menemani saya hingga akhirnya saya resign dari pekerjaan dan memutuskan menemani anak-anak di rumah pada tahun 2015 kemarin. Resign dari pekerjaan ke sekian yang berkantor di Jakarta.

Baca Juga : Riwayat Pekerjaan

Blogging


Apa itu blogging? sebuah pekerjaan yang tidak boleh dianggap main-main. Mungkin para lulusan perguruan tinggi saat ini, yang paham akan dunia blogging, masih dapat tersenyum lebar. Tersenyum lebar saat belum mendapatkan pekerjaan.

Foto diambil dari www.silvinanoerita.com


Mengapa? karena dunia blogging saat ini dapat mengantarkan para lulusan perguruan tinggi dengan hobby blogging kepada sebuah pekerjaan. Bisa begitu? bisa saja, hayo mau disambung-sambungin biar ketemu? tidak perlu ya, sudah banyak contohnya, contoh dari blogging bisa menjadi profesi.

Silviana, teman blogger saya berhasil saya wawancarai disela-sela kesibukannya pagi hari tadi. Silviana baru lulus dari sebuah perguruan tinggi di kota Malang  dan masih fokus mencari pekerjaan. Sudah beberapa tes dan wawancara dia ikuti, ya seperti pengalaman saya di atas itu.

Beda Silvi dengan saya, Silvi tidak begitu resah dan gelisah sebelum mendapatkan pekerjaan. Adalah blogging dan hobbynya fotografi, traveling dan apa saja yang membuat masa menunggu sebuah pekerjaan menjadi lebih ceria.

Dari kegiatan blogging tersebut, anak pertama ini banyak mendapatkan materi dan materiil. Semoga cita-citanya melanjutkan penddidikan ke jenjang S2 dipermudah dan lekas menuju jenjang pernikahan, aamiin. [2016:02]

11 comments:

  1. Aaaamiiinn
    Kerja dulu ye trus nikah hehehe

    ReplyDelete
  2. aamiinn...
    kalau saya dulu cari info lowongan buat ngajar

    ReplyDelete
  3. Blogging bisa jadi pilihan ya Mbak. Mengingat sekarang cari kerjaan makin susah.

    Alhamdulillah saya belum pernah berurusan dengan surat2 lama ran kerja. :)

    ReplyDelete
  4. selesai kuiah aku gak ke jakarta hehehe udah di Jakarta kuliahnya :)

    ReplyDelete
  5. Ngeblog jadi alternatif pekerjaan yah.

    ReplyDelete
  6. Eh mba dulu kuliah di unsud yah

    ReplyDelete
  7. akupun pas tamat kuliah, lgs merantau k jkt, dan hrs ngalamin nganggur ampe 6 bulan sblm akhirnya dpt kerja di kantor yg skr :D.. emg rezekinya di jkt berarti.. walo kdg2 aku berharap bisa tinggal di kota yg lbh tenang :D

    ReplyDelete
  8. Selesai kuliah, aku juga ngelamar kerjaan. Tapi tiap dipanggil wawancara, rasanya galau. :D Waktu itu sudah punya bayi soalnya.

    ReplyDelete
  9. Sebetulnya aku galau dan resah juga mbak Tin. Cuman harus tetep jaim di muka umum XD. Terima kasih ya doanya. Sukses untuk mbak Astin dan keluarga :)

    ReplyDelete
  10. Aku pengen ngelanjut s2 Mbak tapi....istirahat dulu ah hehehe

    ReplyDelete

Mohon maafkeun, komentar kali ini dimoderasi ya. Terima kasih