Tuesday 5 February 2013

Cerpen : Ketika Hujan itu (part 2)

Suara Yusna melemah dan melunak seketika melihat Dita menitikkan air mata, betapa tak kuasa melihat sahabatnya sedih. Ingin sekali memeluk sahabat sedari kecilnya itu kedalam pelukannya, betapa persahabatannya tak mampu mengatakan bahwa dia sangat mencintai Dita jauh sebelum Ariel datang dan berkenalan sampai akhirnya mereka berpacaran. Setahun sudah Dita dan Ariel putus, namun kesempatan itu tidak mampu digunakan Yusna untuk menyatakan rasa cintanya, Yusna menikmati hari-hari bersama Dita sebagai tetangga kompleks dan rekan dikantornya, betapa sangat luar biasa kesempatan bersama Dita walau bukan menjadi seorang pacar Dita.

From Part 1
“Apa alasanmu melakukan ini riel?”
 Dita terisak dalam duduknya, ditepi pantai tempat mereka biasa melepas lelah setelah bekerja dan menikmati malam di Yogyakarta kali ini Dita meminta Ariel untuk datang ketempat terindah mereka namun dengan suasana yang berbeda.
“Gue pikir lu sedang sibuk sampai tidak menjawab telepon dan sms sore itu, gue pulang sendiri tanpa kabar dari lu riel, hujan deras! Gue sendirian walau banyak orang-orang dijalanan, tapi gue gak kenal siapa mereka, Dan gue melihat lu bersama wanita itu melintas dijalanan, dijalan yang biasa gue lalui sepulang kerja bareng lu!!!!”
 Dita berdiri dan mengambil tasnya namun tangan Ariel mencegahnya.
Here

“Dit, sebentar dong, Gue salah, gue minta maaf tidak memberitahukan kedatangan....”
 Ariel mencoba untuk menenangkan Dita dan menjelaskan kejadian hujan kemarin. Ariel melanjutkan penjelasannya setelah melihat reaksi Dita yang tetap berdiri ditempatnya.
“Dia teman kecil gue yang baru datang dari Jakarta, dia sudah dianggap anak sendiri oleh mama jadi mama minta gue mengantar ketempat saudaranya” mata Ariel berkaca-kaca menjelaskan tentang wanita yang dilihat oleh Dita, tangannya berusaha untuk mengambil tangan Dita, namun selalu ditepiskan oleh Dita. Ariel putus asa menghadapi keras kepalanya Dita. Ariel sedikit pasrah bila penjelasannya bakal dianggap angin lalu oleh Dita.
Dit, tolong duduklah sebentar, kita bicarakan masa depan kita saja ya, ”
 Rayu Ariel memohon kepada Dita yang berusaha beranjak dari tempat itu.
“Masa depan? Masa depan yang mana Ariel? Masa depan gue dan lu sepertinya akan berbeda deh...”
 Dita berkata kepada Ariel dengan nada acuh tak acuh. Tak lama kemudian Dita berkata dengan nada yang lebih pedas, sepertinya Ariel harus selalu minum dari gelas yang berada di meja.
“Salah ya kalau lu kasih tahu ke gue dulu kalau hari itu, jam sekian lu mau menjemput teman kecil lu dan akan melewati rute yang biasa gue lalui, dan tolong Dita pulang dengan Una ya atau bisa naik taksi bersama yang lain, Nah ini gue melihat dengan mata kepala gue sendiri lu boncengin wanita yang sok genit itu!!?”
Dita melenggak-lenggokkan badannya menirukan gerakan tangan wanita yang dilihat bersama Ariel sewaktu berboncengan tangan disore yang hujan itu, betapa Dita tidak tercengang dan terbengong melihat Sepeda motor yang sering dinaikinya dengan pengendara yang sangat dikenalinya membawa wanita yang tidak dikenalinya. Apalagi disaat Dita pulang dari kantor sewaktu hujan deras, sesuatu yang amat tidak disukainya. Sakit, hancur dan pecahlah tangis Dita seketika.
“Ga bisa ya sopan sedikit dengan pacar orang, apa bahaya kalau bonceng sepeda motor tidak dengan memeluk pengendaranya?! Kan bisa berpegang pada jok motor?”
 Emosi Dita semakin menaik, keluar mengalir begitu saja dari mulut Dita, sesekali Dita melototkan matanya tanda Dita sedang jengkel.  Ariel hanya mampu diam dan tidak berani menatap mata Dita. Sejujurnya memang inilah kesalahan terfatal dari Ariel, membiarkan Dita sendirian disaat hujan, disaat waktu yang paling tidak disukai Dita.
“Malamnya, lu hanya sms ke gue jelasin kalau motor lu dibengkel harus diganti mesin , bokap lu belum pulang jadi gak bisa jemput gue, ternyata bakat menjadi pemain sineteron sudah ada ya riel? Kenapa lu tega bohong kegue hanya karena wanita itu?”
Dita sedikit terhibur dengan kata-katanya sendiri sehingga keluar senyuman asam dari bibirnya, diliriknya Ariel hanya menunduk dengan memainkan kunci motornya. Betapa hakim cantik bernama Dita sungguh susah untuk ditaklukkan, ataukah memang Dita cemburu buta tanpa meyisakan sedikit waktu mendengar penjelasan dari Ariel dan mengingat masa-masa indahnya selama tujuh tahun tersebut. Sepertinya setiap wanita melihat pacarnya bersama wanita lain pasti akan marah dan emosi, tapi kalau sudah dirayu dan dijelaskan mampu mereda, nah...kenapa wanita satu ini sulit sekali ya?
“Dita...lu sedang becandakan marah-marah seperti ini?”
 Ariel sedikit tenang dan berpikir Dita memang mampu menyimpan perasan dan berloncat-loncat dari sedih ke gembira tanpa ada jeda. Walaupun sejatinya Ariel paham, Dita memang sedang begitu emosi dan marah. Dita benci hujan, Dita tidak mau saat hujan dia seorang diri, Dita pernah bercerita kepadanya, bahwa Dita pernah merelakan dirinya hujan-hujanan menuju rumah Una yang kebetulan satu kompleks, ketika menyadari dirinya hanya seorang diri dirumah.
***
bersambung

4 comments:

  1. Oh, Ariel....
    Cara nulisnya saya suka
    sungguh
    -- nunggu lanjutannya neh...

    ReplyDelete
  2. Dita cemburuh!Ayo dong rukun lagi *ngarep*

    ReplyDelete
  3. Pak Azzet ; makasih ya pak, hehee Ariel begitulah,

    Lanjutannya lagi dipoles dulu

    Mba Mayya

    cemburuh yang bergumuruh...
    *rukun gak ya?

    ReplyDelete

Mohon maafkeun, komentar kali ini dimoderasi ya. Terima kasih