Saturday 13 April 2013

Artis yang Meresahkanku

Sebuah tema yang kubaca dari para blogger hari ini adalah mengenai rumah dan sekitarnya. Tema tersebut diberikan oleh komunitas blogger Makasar Angging Mammiri yang mengadakan acara 8 Minggu Ngeblog. Aku harus ikut, aku suka temanya, tema disekitar rumahku. Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu pertama.
Aku seorang kontraktor, kontraktor rumah yang sangat tidak betah dan telah meandatangani sebuah kertas putih, ingin mengakhiri predikat kontraktor tahun 2013 ini, aamiin. Mengapa diakhiri? aku ingin predikat kontraktor berakhir dan mendapatkan predikat baru sebagai pemilik rumah, aaamiin. Maksudnya? iya, dari tadi aku ingin menjelaskan, bahwa aku adalah seorang kontraktor selama tiga tahun, istilah sederhananya aku menempati rumah kontrakan *iyah...begitu, masa enggak ngerti sich?

Rumah yang aku tempati bersama keluarga kecilku, berada di sebuah desa, di perbatasan Jakarta barat dan Tangerang. Rumah tersebut adalah sebuah perumahan dari salah satu pengembang yang dibuat dengan sistem cluster. Aku setuju ketika suamiku memilih rumah tersebut menjadi rumah sementara, bagi aku dan keluarga kecilku. Sebuah rumah yang telah tujuh bulan tidak ditempati, sebuah rumah dengan dua kamar tidur dan dua kamar mandi dengan pemandangan yang cukup gersang, karena tidak memiliki halaman. 
Dari teras rumahku

Bagi aku, tampilan rumahnya bagus dan tidak terlihat angker, meskipun tidak ditinggali selama tujuh bulan. Rumah tersebut bersebelahan dengan sebuah Mushola, hatiku pasti akan lebih tenang dengan suara adzan yang senantiasa akan mengingatkanku akan kewajibanku. Wajar, bagi sebuah rumah di kawasan perumahan tidak memiliki halaman yang luas atau ala kadarnya, yang penting rumah itu sehat. Melihat kedalamnya, aku sangat cocok dan mendengar suara anakku yang berseru " Faiz mau tinggal di sini". Baiklah akhirnya kami memutuskan untuk tinggal di rumah tersebut, tahun ini adalah tahun ke dua kami mengontrak di rumah ini.

Di sebelah kiri rumah, sebuah mushola yang aku ceritakan di awal. Menjadi ramai ketika sore tiba, oleh anak-anak yang mengaji. Anakku, Faiz akhirnya berkeinginan untuk mengaji, bukan karena aku yang meminta, tapi atas kehendaknya sendiri, syukurlah. Sebelah kanan adalah tetangga dengan dua orang anak, satu anaknya sama usianya dengan Faiz. Di depan rumahku, sebuah kelaurga kecil juga, yang memiliki seorang anak yang setahun lebih tua dari Faiz. Rata-rata warga komplek perumahan ini, adalah keluarga baru dengan anak berusia rata-rata 3-8 tahun. Masalah dalam dunia bermain anak-anak, menjadi cerita yang tidak mungkin habis. Bagi orang dewasa itu adalah ladang untuk semakin dewasa dan belajar mendidik anak-anaknya.
Anak-anak menjadi perhiasan dunia, perhiasan rumah dan perhiasan lingkungan. Dengan anak-anak yang bermain kian kemari, lingkungan di perumahanku tidak sepi. Faiz juga mudah akrab dan bergaul dengan siapapun, kecuali ketika emosi anak-anaknya sedang meletup letup dan Faiz akan memilih dengan siapa dia akan bermain. Anak-anak tersebut seharian bermain dengan pengasuhnya, karena Faiz dan anak-anak lainnya ditinggal pergi kerja olehku dan orangtua mereka. Para pegnasuhlah yang memeberi laporan, apa saja yang terjadi di lingkungan rumah, baik mengenai anak-anak yang bermain, juga tentang lingkungan rumah.

Lingkungan rumahku bisa dikatakan sangat mengecewakan. Kenapa? bukannya ketika memilih aku puas dengan pilihan rumah yang dicari suamiku?. Benar, awalnya tidak sefenomenal dan setenar ini para artis yang berkeliaran di perumahan ini, tepatnya di sekitar rumahku. Awalnya aku anggap biasa ketika mereka sedang asyik ber-catwalk ria. Aksinya berlenggak lenggok dan bernyayi, entah merdu entah malah menangis aku sudah sangat muak. Suamiku pernah berujar, "Seandainya aku warga perumahan di sini, aku sudah lapor pak RT untuk mengingatkan sang promotro artis dadakan tersebut!". Aku langsung jawab saja, "Segera, meskipun bukan warga perumahan sini, tapi kita tinggal di sini. Makanya, Mas aktif dong dengan kegiatan di sini!" 

Isapan hanya sebuah lenggungan saja. Tiap pagi para artis tersebut akan berlenggak lenggok dan bernyayi riang. Memang sich, kadang aku bisa bangun lebih awal juga atas pekerjaan mereka. Tapi tanpa nyayian mereka, adzan yang mengumandang dari Mushola sebelah rumah, cukup membantuku kok. Jadi, enyahlah...atau cukuplah, jangan malah menambah anggota kalian. Tolongm jangan beranak pinak kalian, cukup...biarlah artis-artis dari perkampungan atau peternakan saja yang ikut berkontribusi di dalam lemari esku, yang akhirnya akan menjadi santap malamku. Tunggu, aku sebetulnya juga tidak suka dengan hasil yang kamu berikan kok! tunggu apa lagi, aku ingin sekali melemparimu batu.

"Jangan, promotornya galak." kata tetangga depan rumahku. Aku bisa tega melempari para artis itu batu, karena sepagi itu aku dan anakku ingin jalan-jalan, menikmati udara pagi di pinggir sawah. Anakku muntah, tidak lama setelah membuka pintu gerbang. Awalnya aku saja yang menikmati parfum yang dikenakan artis tersebut, tetapi Faiz yang sangat sensitive wangi yang aneh, langsung muntah dengan sukses. Seorang artis yang aku rasa sedang sakit parah, telah BAB yang encer di depan rumahku. Apa aku tidak boleh marah kepada artis tadi? tidak, mungkin aku memang salah jika aku melempar si 'artis' tadi dengan batu. Seharusnya aku mendatangi sang promotor untuk menghentikan ulahnya mengumbar keseksian para artisnya, di mana BAB para artisnya itu sangat mengganggu udara di sekitar rumahku. Tapi lagi-lagi, aku 'ewuh pakewuh' aku siapa? aku berusia, mungkin 20 tahun di atasnya, megnapa berani kepada penguasa wilayah ini.

Sudah ngeh dengan ceritaku? sudah mampu melihat air mataku yang mengalir menahan tangis ketika anakku berkata, "Bau sekali Mi, kenapa sich ayam-ayam tadi dibiarkan berkeliaran?" aku mendongak tak percaya kepada Sang Khalik. Ini perumahan yang ditempati oleh para keluarga yang mayoritas memiliki anak-anak kecil, yang asyik dengan lari-larinya, asyik dengan kreasinya di tanah dan asyik menikmati udara segar dipinggir Jakarta, tapi halllo?.

Mengapa kau hancurkan kesenangan para anak-anak dengan artismu yang jumlahnya bejibun, yang kau biarkan berkeliaran tanpa ampun, mengeluarkan kotoran sembarangan? tolong, pedulilah, aku tak mampu untuk bersuara karena aku tidak tinggal menetap di rumah ini. Betapa berlitter air dari karbol mengguyur catwalk artismu, sampai kapan? sampai aku memiliki rumah sendiri? sepertinya begitu, baiklah...suamiku, gencarlah kau mencari uang dengan menebar kebaikan, berharap 2013 akhir adalah tahun bagi kita, bagi rumah yang kita miliki atas namaku, ya. Aamiin.
Postingan ini disertakan dalam #8MingguNgeblog Anging Mammiri”

10 comments:

  1. memang sangat meresahkan ya mbaakkk

    ReplyDelete
  2. Begitulah namanya bermasyarakat (berbangsa dan bernegara) ada saja yang membuat kita suka dan juga duka.

    Kuncinya akhirnya ya sabar dan syukur jeng.

    Salam hangat dari Surabaya

    ReplyDelete
  3. kcoba melapor ke pak rt beramai2 sama tetangga lainnya mba, bukannya dialarang ya memelihara ayam di wilayah pemukkiman penduduk

    ReplyDelete
  4. Ya ampun, kok bisa sih Mak, hewan ternak dibiarkan berkeliaran di kompleks perumahan begitu? Idih, yang tabah ya, Mak. Jangan lempari batu, Mak, korbankan nasi sepiring, tapi campurkan dengan racun tikus atau apa gitu, hehe. #Ajaran sesat ga ini ya? Hihi

    ReplyDelete
  5. Weleh, sabar ya Mak, tapi kalo udah gak tahan, nurut aja sama Mak Alaika :D

    ReplyDelete
  6. Komentarnya Mba Al dan Mba HElda keren...kasihan, mereka makhluk Allah yang imut, tapi orangnya yang enggak enggeh...

    ReplyDelete
  7. Mba Rahmi, kalau di perumahan cluster pula...bisa dibayangkan bagaimana sosialisasinya? masa beternak di perumahan? sempit banget, kok jadi mengecewakan lingkungan rumahku ituh *

    ReplyDelete
  8. Komentar lainnya, terima kasih ya...sabar sabar, tapi bau dan BABnya ituh enggak nahan

    ReplyDelete
  9. Mungkin kalo saya dah dilempar pake telur diam2.... (Just kidding) tpi bikin emosi ..tapi jngan pake batu..bata aja :-)

    ReplyDelete

Mohon maafkeun, komentar kali ini dimoderasi ya. Terima kasih