Monday 6 April 2020

Merangkai Indahnya Kebersamaan Saat Tetap Tinggal di Rumah


Hai perkenalkan saya seorang ibu rumah tangga yang memiliki dua anak. Laki-laki kelas 4 MI dan perempuan kelas A sebuah Taman Kanak-Kanak. Suami seorang yang memilih jalan nafkah dengan mengeluti dunia usaha berjualan rumah. Bahasa kerennya kami sekarang, semua berada di dalam rumah, kecuali hal tertentu yang dibutuhkan, yaitu belanja kebutuhan pokok.

Gambar pertamaku yang kucoba contoh dari Google


Sikap keluarga kami masih sama sejak pemerintah menghimbau masyarakat yang tidak memiliki kepentingan mendesak untuk tetap di dalam rumah. Hanya itu yang kami dapat lakukan untuk mencegah tidak meluasnya pandemi di bumi pertiwi ini. Cara sederhana karena kami tidak memiliki pilihan lain, untuk menjadi bagian yang berkontribusi untuk sesama.


Apalagi sejak cluster kami memilih untuk menutup gerbang dan melakukan penjagaan ketat di pos satpam. Selain pintu gerbang ditutup, semua transaksi yang berhubungan dengan orang luar, dilakukan di pos satpam, termasuk titipan barang dari orang luar perumahan, yakni dari ojek .online maupun paket belanjaan kami. 

Hikmah yang dirasakan selama tinggal di rumah dengan berbagai keterbatasan, termasuk keterbatasan dana. Namun kami mempunyai pengharapan yang tinggi dengan menunggu komando tertinggi supaya pandemi ini segera berakhir dengan indah. 

1. Liburan di Rumah Bersama Keluarga


Memang terbaca begitu "Halu", tapi inilah apa adanya keadaan saat ini. Suami memutuskan untuk tetap tinggal di rumah dan tidak turun ke proyek. Alasannya sangat manusiawi dan menjaga ibunya yang tinggal dekat dengan kami. Anak-anak di dalam rumah, keluar hanya saat berjemur di depan rumah, sembari melihat abinya membereskan tanaman. Saya tetap berusaha sehat supaya dapur terus melakukan produksinya.

Ikhlas menerima keadaan, karena tidak ada pilihan lain. Jadi, anggap ini adalah liburan yang tidak pernah kami dapat sebelum adanya pandemi ini. Rutinitas kami selama liburan mulai bangun pagi, sarapan bersama, berjemur bersama, bermain bersama, makan siang bersama, tidur siang, bangun sore, beberes rumah bersama, makan malam bersama, beribadah bersama dan tidur bersama. Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan. 

So, gunakanlah keadaan ini sebaik mungkin saat menghabiskan waktu bersama keluarga. Ada kerikil kecil anggap itu adalah pengingat bahwa manusia itu tempatnya salah dan ada keinginan untuk berubah menjadi lebih baik. Hal yang paling terasa adalah kapan emosi tinggiku hadir dan bagaimana mengendalikannya. Jadi, menghabiskan waktu selama ini bersama keluarga inti, menjadikan kami paham satu sama lain, dan bagaimana mengendalikan emosi kami. 

2. Makan Bersama Keluarga


Tiga minggu lebih kami semua berada di dalam rumah. Menikmati makanan dari rumah bersama-sama, dari pagi hingga pagi lagi, begitu seterusnya sampai Allah Yang Maha Berkuasa mengakhiri pandemi di negara tercinta ini. Mulai diberitahukan himbauan pemerintah hingga saat ini, kami mengkonsumsi makanan dari rumah. Saya mengatur diri sendiri supaya tetap memasak dan tidak ada kata bosan berada di dapur. Meski kadang ada rasa bosan atu mungkin lelah, saya meminta suami membuat lauk tersimple. Yup telur dadar or mie goreng.

Setiap hari jika tidak sop ya tumis


Alhamdulillah kami terbiasa makan bersama di ruang depan, karena kami tidak memiliki meja makan. Saya membiasakan makan bersama dan memastikan anak-anak makan dengan baik. Alhamdulillah hikmah dari pandemi ini untuk anak-anak, mereka menjadi makan teratur dan makan dengan porsi yang cukup. Sebelum ini, berkali-kali saya melihat kotal bekal makan anak kadang masih terisi nasi dan lauk. Jadi, inilah saatnya untuk membiasakan anak-anak makan teratur. Anak-anak bosan masakan ibunya? tentu pernah. Lagi-lagi saya menggunakan jurus mengeluarkan empati dan simpati.

Kata-katanya kurang lebih seperti ini,
  1.  "Nak, terimalah apapun yang ada di depan kalian, saat tidak ada pilihan."
  2. "Bersyukurlah dengan apa yang kalian terima, masih banyak saudara kita di luar sana, bingung karena tidak ada apa-apa di depan mereka,"
  3. "Makan enak itu adalah makan kenyang dan hatinya bahagia saat makan dan setelah makan."
Intinya menjadi ibu saat ini adalah harus mengeluarkan jurus kalimat-kalimat afirmatif untuk anak-anak. Meskipun sebetulnya ibu ini juga membutuhkan kalimat-kalimat afirmatif dari suami dan pemerintah juga. Tapi ya, Insya Allah semua Allah yang melihat. 

3. Membereskan Rumah Bersama-Sama


Pasangan hidup adalah pasangan yang mampu masuk ke dalam lubang kekurangan. Pasangan hidup menurutku bukan yang menghabiskan persamaan dan tidak menerima perbedaan. Iyaaah, semoga pelan-pelan keadaanya seperti itu. Suamiku suka main game, aku sama sekali tidak betah main game. Kekuranganku adalah tidak sabaran melihat rumah yang tidak beres, suamiku orangnya santuy.

Aktifitasku setiap hari adalah membereskan rumah sendiri. Setelah memasak terbitlah peralatan masak yang kotor dan menumpuk di bak cucian piring. Alhamdulillah suami mau tanpa diminta memberskan cucian piring, selagi saya memasak. Aktifitas lain di sore hari adalah membereskan cucian pakaian. Jadi, sebelum pukul 4 sore saya sudah mencuci dan menyetrika. Suami mengambil pakaian yang dijemur dan melipatnya untuk kemudian membantu mengambil cucian bersih dari mesin cuci dan saya yang menjemur.

Masya Allah ternyata indah sekali jika semua dilakukan dengan ikhlas dan bersama-sama. Jika sebelum pandemi ini datang, mata saya harus lirak lirik dan mulut ngomel ngoceh karena menumpuknya pekerjaan rumah dan harus dilakukan sendirian. Belum mengurus anak-anak, belum menyiapkan makanan dan lain sebagainya. Sekarang saatnya menikmati keadaan ini termasuk membereskan rumah bersama-sama. Saya juga tidak akan memaksakan selepas pandemi ini berakhir agar dibantu terus, karena saya ridho suami saya mencari nafkah dan sudah lelah juga dengan pekerjaannya.

4. Beribadah Bersama-Sama


Setiap keluarga sudah pasti beribadah dan melakukan kegiatan ibadahnya seperti Nabi ajarkan. Namun masing-masing keluarga memiliki keterbatasan-keterbatasan sehingga masih jauh dari apa yang diajarkan oleh Baginda Nabi. Alhamdulillah sejak pandemi ini hadir, saya dan suami melalukan berbagai introspeksi dan melihat bahwa keadaan ini harus dimaksimalkan sebaik mungkin, terutama dalam hal ibadah.

Saya pribadi menganggap pandemi ini adalah teguran bagi kami. Yup, kami yang terlalu sibuk mengurus kehidupan dunia, terkadang lupa bahwa keluarga juga butuh perhatian termasuk dalam ibadah bersama-sama. Jika sebelum pandemi datang, suami bisa sholat berjamaah di mushola maupun di masjid terdekat di pekerjaannya. Sekarang Allah memberikan kesempatan bagi kami untuk sholat berjamaah di rumah bersama seluruh anggota keluarga.

Kamar belakang saya fungsikan sebagai tempat sholat berjamaah. Tempat tidurnya saya tumpuk menjadi satu di kamar depan dan kami tidur bersama di sana. Semoga ikhtiar kami melalukan ini menjadi ladang kemudahan dan keselamatan bagi kami semua. Saya yakin dan percaya bahwa ini adalah teguran dari Allah yang harus segera ditanggapi dengan serius oleh hamba-Nya. Semoga setelah pandemi berakhir, kami dapat terus beribadah bersama bukan hanya sholat berjamaah namun saat bermuroja'ah juga dilakukan bersama.

Rasanya jika melihat hal-hal baiknya, tidak akan keluar keluhan-keluhan mengapa harus terus tinggal di rumah. Saya yakin teori untuk tetap tinggal di rumah itu ada baiknya dan ada benarnya. Sudah tiga minggu lebih masyarakat dihimbau untuk tetap tinggal di rumah, memang menuai berbagai polemik. Sebagai warga negara Indonesia saya berharap pemerintah secara tegas memberikan satu ketenangan bagi masyarakat atas pandemi yang sedang ada di negara tercinta ini. 

1 comment:

  1. wah kalau aku ya tetap sendiri di rumah , suami masih kerja, cuma rasa was2 anak2 kerja di lura kota, terutama anakku yang di tangerang katanay warung makan banyak yang tutup

    ReplyDelete

Mohon maafkeun, komentar kali ini dimoderasi ya. Terima kasih