Thursday 2 April 2020

Urusan Pekerjaan Rumah Tangga Sebelum Di Rumah Saja



Masya Allah, Tabarakallahu

Teman-teman masih ingatkah kalian? dulu tuh jaman masih SD sampai SMP gitu kan ada hal unik yang kita dan teman-teman sekelas bahkan lain kelas lakukan ya. Masih ingat gak? saat seorang teman memiliki buku diary dan ditulis menjadi sebuah kenangan, lalu kita diminta mengisinya? saya rasa teman-teman semua masih ingat ya? Hal-hal yang ditulis berupa data pribadi, mulai dari nama, tanggal lahir, alamat rumah, cita-cita, hobby sampai idola dan kata-kata mutiara. Bahkan ada yang meminta menempelkan fotonya.

Urusan Liburan 


Bukan, bukan saya ingin teman-teman melakukannya lagi. Hal itu mah sudah berpindah pada sebuah teknologi yang semakin canggih kan ya. Saya ingin jujur mengatakan bahwa, apa yang ditulis pada buku kenangan di beberapa buku teman-teman saya, menjadi sebuah kenyataan. Oh iya? apa tu? saat saya mengisi cita-cita pada buku kenangan tersebut isinya adalah menjadi ibu rumah tangga sejati. Yup, masa-masa anak SD sampai SMP itu adalah masa saya masih begitu mencontoh figur seorang ibu. Figur yang setiap hari menemani, membantu, menyediakan semua kebutuhan dasar bahkan kebutuhan pekerjaan sekolah yang dikerjakan di rumah.


Dan inilah saya sekarang, perjalanan menjadi ibu rumah tangga sejati tidak serumit yang dibayangkan orang-orang. Saya ikhlas menerima keputusan suami, bahwa saya tidak dapat bekerja kembali, dikarenakan alasan anak-anak tidak ada yang menjaga. Satu asisten rumah tangga yang awet, menikah lalu perjalanan mencari asisten rumah tangga sedemikian rumitnya. Keputusan yang diambil adalah saya tinggal di rumah bersama anak-anak. Masya Allah, dukungan terbesar adalah dari ibuku tercinta. Beliau mendoakan yang terbaik untuk rejeki suami dan rejeki kami sekeluarga. Ibu dan bapakku tidak menyesal menyekolahkan sampai kuliah. Mereka berdua berharap anak-anak saya ada yang mengasuh dengan baik, dan sebaik-baiknya pengasuh adalah ibunya sendiri.

Menulis ini adalah menulis sebuah perjalanan cerita supaya saya tidak melupakan hal yang bersejarah dan orang-orang yang mendukungku. Menulis cerita inipun untuk mengawali bahwa menjadi ibu rumah tangga itu perlu perjuangan yang besar untuk mengatur dan menjaga serta mengelola emosi. Namun, menurutku semua ibu rumah tangga sudah pandai dalam hal tersebut. Saya hanya ingin menuliskan perjalanan cerita saya menjadi ibu rumah tangga sebelum adanya teguran covid-19 yang menjadi pandemi di negara tercinta, Indonesia.


Hari-hari terakhir sebelum #dirumahaja adalah hari dengan aktifitas yang sangat rutin. Mulai pagi sampai pagi lagi, terus dilakukan. Bedanya, kegiatan tersebut kadang ada sebuah variasi. 

Urusan Anak Sekolah dan Mengaji


Diberikan karunia dua anak yang Alhamdulillah sudah bersekolah. Laki-laki duduk di bangku MI dan perempuan duduk di bangku TK. Dua anak yang saya wajibkan untuk sarapan apa adanya, sekedar menjadi dasar di perut mereka. Berbekal jajanan dan makan siang untuk mereka berdua. Itu artinya saya harus masak sepagi itu dan menyiapkan bekal jajanan untuk snack mereka.

Saya harus bangun di angka 4 atau 5 pagi, kadang saya bangun pada pukul 3 pagi untuk mengejar hafalan Al Qur'an. Sarapan, bekal dan makan siang sudah harus siap pada pukul 6 pagi. Saya menunda untuk mencuci peralatan memasak dan menunda membereskan rumah yang berantakan. Saya fokus ke anak-anak yang akan berangkat sekolah.

Alhamdulillahnya, saya diberikan kesempatan didampingi oleh suami yang bekerja sendiri alias usaha. Jadi, tugas mengantar anak-anak adalah tugas suami. Tugas saya adalah mengantar bekal makan siang, jika anak-anak meminta diantarkan nasi hangat atau jika saya tidak sempat masak, artinya saya membeli atau memasak setelah anak-anak berangkat sekolah.

Menjemput anak sekolah juga menjadi urusan saya, karena suami terkadang sudah berangkat bekerja atau sedang Work From Home.

Sore hari saya juga harus memastikan anak-anak siap untuk mengaji. Tugas saya merapikan anak-anak dan mengantar mengaji sampai menjemput. Meski mengaji kadang di sebelah rumah, saya tetap mengantar dan terkadang melongok sebentar.

Urusan Membereskan Rumah


Menjadi ibu rumah tangga sejati juga sama sekali tidak mengunakan asisten rumah tangga. Bolehlah ketawa, karena menurutku memang saya tidak membutuhkan. Meski kadang saya terlewat lelah karena semua ingin dihandle sendiri. Urusan dapur, kamar mandi, laundry, memasak dan yang lain-lain.

Membereskan rumah ritualnya adalah setelah anak-anak berangkat sekolah. Jadi, setelah anak-anak berangkat, saya langsung tancap gas membereskan rumah sampai saatnya saya harus mengantar bekal. Intinya sebelum anak-anak pulang sekolah, rumah sudah harus dalam keadaan rapi dan bersih. Meski kadang saat saya sakit atau ada pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi dan fokus, ya rumah begitulah masih berantakan.


Namanya rumah tinggal, saat anak pulang sekolah, kembali rumah berantakan dan saya harus merelakan hal tersebut. Sampai sore hari saat anak-anak mengaji dan bermain, saya kembali berkejaran dengan waktu, mencuci pakaian, menyetrika dan beberes rumah. Malamnya, rumah berantakan lagi dan sebelum tidur kadang saya sudah lelah. Jadi, masuk kamar, jarang sekali saya membereskan rumah. See? saya bukan yang saklek rumah harus bersih terus. 

Urusan Memasak


Menjadi ibu rumah tangga sejati, sejatinya harus pintar dan pandai memasak. Katanya sih begitu. Tapi apa daya, saya hanya mampu memasak makanan yang simple karena berbagai keterbatasan. Alhamdulillahnya, suami dan anak-anak bukan tipe yang rewel dalam hal menyantap makanan. Meski kadang kala mereka mengeluh, yah kok sop lagi, yah kok telur lagi, yah kok ayam gorengnya itu lagi, yah kok begitulah begitulah.


Sejujurnya saya adalah orang yang moody, termasuk memasak. Apa kabar orang moody saat mempunyai job describtion yang selalu monoton? bosen sudah pasti. Alhamdulillahnya lagi, suami saya bukan orang yang konsevatif dalam memandang sebuah urusan. Jika saya sakit, jika saya lelah, jika saya bosen memasak, pagi atau siang atau sore silahkan memesan, membeli makanan bahkan hanya telur dadar saja, suami dan anak-anak mau menikmati makanan tersebut.

Sayapun mengikuti himbauan suami, jika hari libur tidak perlu repot memasak, pesan saja yang gampang. Jadi, sayapun tidak pernah terbebani dalam urusan memasak. Jadi, meski saya menulis cita-cita pada buku kenangan adalah ibu rumah tangga sejati, urusan memasak juga dapat dilimpahkan kepada ribuan dapur yang ada di luar, hehehee.

Urusan Laundry


Yes, saya pernah dicibir teman-teman karena terlalu mengahrapkan kesempurnaan dalam hal menyetrika dan mencuci. Sejujurnya tidak demikian wahai teman-teman. Sama dengan urusan memasak. Urusan mencuci dan menyetrika pakaian, saat saya mampu saya kerjakan sendiri. Jika saya tidak mampu, saya tidak akan mendzolimi diri sendiri. 

Pernah di akhir bulan Desember hingga akhir bulan Januari, saya menitipkan cucian ke Laundry di perumahan sebelah. Kondisi saat itu saya kelelahan setelah liburan akhir tahun dan pas musim hujan. Jadi, pilihan mencuci kering tanpa setrika menjadi pilihanku. Kenapa tidak disetrika langsung? lagi-lagi soal saya suka menyetrika dan daripada saya menyetrika ulang, melipat ulang ya mending saya kerjakan sendiri. Tu kan perfectnya kelihatan. Iya, kan sudah dibantu mencuci, apa salahnya pelan-pelan menyetrika.


Awal bulan Februari kemarinpun, akhirnya saya tumbang juga. Kelelahan dan menitipkan urusan menyetrika pada laundry setrika di blok sebelah. Tu kan akhirnya menyerah, terus disetrika dan dilipat ulang dong? awalnya begitu, lama-lama saya hanya melipat ulang supaya pas masuk ke dalam tumpukan pakaian yang sudah di lemari. Tujuannya sih supaya rapi saja, kan enak dilihatnya, aps dicari juga mudah kan.

Urusan Belanja Bulanan dan Mingguan


Hal yang paling menarik untuk dibahas adalah urusan belanja. Alhamdulillah suami mempercayakan saya untuk menyimpan uang belanja selama satu bulan, bahkan pernah tiga bulan. Gimana caranya tuh? Alhamdulillah saya mempraktekan bagaimana untuk membagi keuangan dalam sebulan. Jadi, saya keukueh untuk tidak mengeluarkan uang mingguan, jika dalam satu minggu uang yang sudah saya budgetkan untuk belanja ternyata habis. Intinya saya harus disiplin memegang uang.

Belanja bulanan berupa barang-barang groceries, saya lakukan sebulan sekali, jika suami saya sempat mengantarkan. Jika tidak, saya berbelanja beberapa kali dan menjadikan pengeluaran bengkak. Saya lapor dong ke suami, dan beliau memaklumi. Jadi, saya sudah terbiasa berbelanja bulanan karena lebih hemat dan sangat hemat. 


Belanja sayuran dan lauk pauk serta jajanan anak-anak saya lakukan seminggu sekali. Ya, uang bulanan dari suami, saya bagi 4 minggu. Saya akan mengambil uang untuk satu minggu pertama, lalu berbelanja sayur, lauk, jajan untuk satu minggu. Kadang sisa sampai akhir minggu dan inilah tabungan untuk saya. Namun bisa kurang sebelum akhir minggu, itu artinya saya harus mendisiplinkan diri untuk tidak gatel mengambil jatah untuk minggu berikutnya. Jika terpaksa dan sangat butuh, saya koordinasi dengan suami. Suami mana yang tega membiarkan istri kekurangan uang. Alhamdulillah suami saya paham dan memberi uang tambahan.

Urusan Makan di Luar Rumah


Masya Allah, Tabarakallahu. Meski sabtu dan minggu adalah hari kerja suami di proyek, urusan makan di luar rumah bisa diganti hari lainnya. Kadang saya dan anak-anak juga diijinkan makan bertiga di dekat rumah saja, tentunya. Meski demikian, saya tidak menjadikan rutinitas untuk urusan makan di luar rumah. Apalagi jaman sekarang ingin makan pempek, tinggal pesan ojek online. See betapa mudahnya hidup itu kan ya.


Urusan makan di luar untuk keluarga kami tidak ribet. Tidak mewajibkan harus mencoba makanan baru buka, atau makanan ini viral atau restoran ini nyaman atau apalah-apalah. Urusan makanan bagi keluarga kami yang terpenting semua nyaman dan senang. Kadang kami makan di tempat yang sama hingga berulang-ulang dan tidak merasa bosan. Alasannya adalah sudah tahu rasa, harga dan kami sebetulnya pantang membeda-bedakan. Sudah jelas beda karena tiap warung makan memiliki kelebihan amsing-masing.

Urusan Pekerjaan Rumah Anak-Anak


Saya. Yup saya diberikan amanah oleh suami untuk full menghandle anak-anak, termasuk saat anak-anak ujian. Tetapi saat saya tidak mampu, Alhamdulillah suami masih mau kok, meski kadang malah saya yang akhirnya mengambil alih kemudi lagi. Meski saya bukan orang yang sabaran dalam hal menemani anak-anak belajar, tapi gaya suami mengajari anak-anak sangat rumit. Jadi, mending saya tahan emosi, mengatur emosi supaya anak nyaman dan saya juga senang.

Saat anak-anak ujian dan saya menemani urusan belajar mereka, urusan memasak menjadi urusan dapur yang ada di luar rumah dengan bantuan ojek online. Urusan laundry menjadi urusan nanti-nanti saja, karena kata suami, baju-baju tersebut tidak bernyawa kok, bisa diminta tunggu dan gak bakalan basi. Urusan beberes rumah, masih tetap saya pegang, dengan melakukan skip berbagai bagian, termasuk skip mengepel. 


Urusan apa lagi yang belum saya ceritakan? rasanya setiap menulis urusan demi urusan dan rutinitas tersebut saya sudah menjadi terlalu kangen. Tapi adanya teguran pandemi covid 19 ini menjadikan saya lebih menghargai sebuah keihklasan melakukan sesuatu. Karena dengan melakukan sesuatu dengan ikhlas, ternyata menjadi sebuah kenangan yang sangat indah. Tulisan ini sengaja ditulis untuk memberikan penghargaan kepada tiap detik, tiap hal dan tiap kenangan yang sudah menemani dan menjadikan kenangan untuk saya pribadi dan untuk keluarga tercinta.

No comments:

Post a Comment

Mohon maafkeun, komentar kali ini dimoderasi ya. Terima kasih